Saat Mimpi yang Terwujud Tidak Terasa seperti Mimpi yang Terwujud
Menurut saya, saya sudah menjalani hidup yang saya impikan (isi bucket list saya tidak banyak juga).
yang sering kita dengar |
Namun, impian yang terwujud ternyata
membawa kita pada realita lain: bahwa impian yang jadi nyata itu punya banyak
detail dan konsekuensi yang – setelah dijalani - ternyata tidak seindah harapan.
Beberapa teman saya berhenti menulis karena
alasan-alasan pribadi yang benar-benar saya pahami. Saya paham karena setidaknya
tiga hari sekali saya juga berpikir untuk berhenti menulis. Padahal, menulis dan menerbitkan
buku adalah impian saya. Lebih dari sekadar impian, it’s who I am. Tapi seperti
lirik lagu Five for Fighting, it’s not easy to be me 👀
Dalam Soul (Pixar, 2020), Joe Gardner,
seorang guru musik yang bermimpi untuk menjadi seorang musisi jazz
terkenal dikisahkan justru merasa hampa ketika impian itu terwujud.
Joe: It’s just I’ve been waiting on this day for my entire life. I thought I’d feel different.
Dorothea: I heard this story about a fish.
He swims up to this older fish and says, “I’m trying to find this thing they call the ocean.”
“The ocean?” says the older fish, “that’s what you’re in right now.”
“This?” says the younger fish, “This is water. What I want is the ocean.”
(kabarnya petikan percakapan ini diambil dari The Song of the Bird, Anthony de Mello)
Apa yang terjadi? Mengapa mimpi yang
terwujud tidak terasa seperti mimpi yang terwujud?
Sampai sekarang saya hanya bisa menebak
berbagai kemungkinan.
- Mungkin kita belum menyadari dan mengantisipasi bahwa mimpi kita datang dalam satu paket. Ibarat sebuah kotak, di dalamnya ada permen manis tapi juga ada pil pahit yang tidak bisa dipilih-pilih. Semua harus ditelan dan dihabiskan. Mau jadi jurnalis yang keliling Indonesia, ya harus beradaptasi sama partner kerja yang nggak selalu menyenangkan, situasi di lapangan yang kadang membahayakan, atau sama politik kantor yang memuakkan. Mimpi yang tercapai ternyata juga adalah sebuah kerja keras baru.
- Mungkin juga kita tiba pada kesadaran baru bahwa mimpi kita ternyata bukan hal yang kita impikan. Ternyata kita ingin jadi orang biasa-biasa saja, melakukan hal-hal biasa seperti pulang kantor tepat waktu atau bisa punya lebih banyak waktu luang.
- Prioritas kita berubah. Mimpi kita ternyata terganti oleh mimpi lain. Mimpi yang lebih "besar" atau yang lebih "kecil." Dan itu adalah proses alami.
- Kadang mimpi
kita tidak selalu benar-benar harafiah seperti “menjadi pilot” atau “keliling
dunia.” Karena kebahagiaan dan kepuasan ternyata bisa ditemukan dalam
banyak serpihan dalam kegiatan kecil sehari-hari.
Sejauh ini saya masih menikmati menjalani
hidup - seperti impian saya dulu - dengan segenap hal-hal menyebalkannya. Cuma berupaya untuk menoleransi hal-hal yang
tidak bisa saya kendalikan dan sebisa mungkin menghindar dari hal-hal yang bisa
saya jauhkan 👻
Tapi daripada ngomong tinggi-tinggi soal mimpi, barangkali cukuplah kita sadar bahwa kita tidak
selalu tahu apa yang kita inginkan, tapi setidaknya kita tahu yang tidak kita
inginkan. And make the most of each day.
Comments
Post a Comment