Risalah Sampah

Tiap orang butuh alasan untuk melakukan hal-hal yang tidak biasa (seperti juga orang perlu memberi makna baru pada kegiatan yang harus terus menerus mereka lakukan hingga bosan, agar tidak lagi terasa membosankan). Itu mengapa orang juga butuh alasan untuk memilah sampah dan TIDAK membuangnya. Perubahan yang memang sungguh terasa ganjil setelah bertahun-tahun kita terbiasa sekadar membuang sampah pada tempatnya. 

Dan jujur, ini nggak gampang. 

Saya sama sekali tidak tertarik memilah dan mengumpulkan sampah hingga suatu hari ikut sebuah gelar wicara (talkshow) mengompos sampah organik bersama Mbak DK Wardhani

Saya bukan orang yang religius. Tapi saat itu, saya teringat pada kesimpulan yang sudah lama saya amini: bahwa ibadah itu bukan hanya tentang salat atau berdoa. 

Tapi juga segala hal yang kita lakukan, termasuk sesederhana membuang sampah. Tuhan sudah menciptakan proses alami sederhana yang membuat sampah organik seperti sisa sayuran bisa cepat terurai dan kembali menjadi tanah. 

Terus kenapa manusia buang sampah organik pakai dicampur sampah anorganik (kayak plastik)? Padahal dengan dikomposkan, sisa sayur dan buah akan segera kembali lagi menjadi tanah. Saya malah berpikir harusnya mengompos itu masuk pelajaran IPA di sekolah dasar. Gimana enggak? Ini proses sederhana yang berhubungan dengan aktivitas kita setiap hari. Tiap hari manusia mengonsumsi dan membuang sisa konsumsinya.

Ini mengapa mengompos adalah metode yang paling awal saya adopsi dalam hidup minim sampah. Setidaknya agar sampah dapur tidak ikut dibuang bersama sampah-sampah plastik. 

Buat yang mau baca, saya pernah bikin rangkuman cara mengompos di SINI

Nah, mengelola sampah anorganik justru baru saya kerjakan belakangan saat sudah tahu ke mana sampah yang sudah dipilah itu bisa disalurkan. 

Sayangnya, selain bank sampah (yang belum tentu ada di tiap daerah), drop point tempat kita bisa menyetorkan sampah juga masih sangat terbatas. 



Pilah sampah di Rawa Buntu, BSD


Sampah-sampah itu saya kumpulkan dulu 2-3 bulan, untuk kemudian diangkut ke drop point. Alternatif lain, dikirim. Untuk teman-teman di Jabodetabek, bisa kontak agar sampahnya dijemput. 

Plastik yang udah kotor kena bahan makanan gimana? Saya cuci dan jemur  biar bisa disimpan dan disetorkan. Iya, emang ribet :').

Tapi buat saya itu selemah-lemahnya usaha. Banyak teman lain yang sudah berhasil sama sekali nggak pakai plastik. 

Beli apa-apa selalu bawa wadah sendiri. Saya....tidak selalu. Sudah pernah stres karena berusaha sempurna minim sampah :'). 

Jadi setidaknya kalau beli bubur ayam terpaksa pakai wadah styrofoam, ya styrofoamnya saya cuci untuk kemudian saya setorkan ke drop point sampah. 

Saya percaya tiap orang bisa melakukan ini dengan caranya masing-masing, semampunya. 

Buat yang mau mengumpulkan sampah plastik, bekas wadah kosmetika, kotak, dll, bisa ke Armada Kemasan . Drop pointnya ada di berbagai tempat di Jabodetabek. Saya paling sering drop ke Pilah Sampah di Rawa Buntu, BSD. Di sini terima minyak jelantah juga. Oya, kakak saya di Depok pernah lho minta jemput mesin pemanggang rusak  yang besar dan berat itu, beneran diambil sama Armada Kemasan. Donasi sukarela.  

Kemarin saya coba drop ke tempat lain, namanya Bberes.id di Pamulang. Di sini semua sampah dan barang bekas diterima. Bahkan pakaian bekas TIDAK layak pakai. Saya sendiri "membuang" kasur busa, printer&laptop rusak, helm, tas, sepatu rusak. TAPI di Bberes ini mohon maap, adminnya slow response. Dan lokasinya agak sulit ditemukan. Dari JL. Surya Kencana, masih masuk gang. Tapi teman-teman yang di Jabodetabek bisa coba kontak untuk jemput barang. Kebetulan rumah saya jauh dari lokasi, jadi saya antar sendiri sekalian jalan-jalan :). 

Liburan Natal ini baru mau baca Bumi yang Tak Dapat Dihuni (Uninhabited Earth) David Wallace-Wells. Barangkali bisa menemukan semangat baru buat  bikin drop point di deket rumah (yang tentu saja nonprofit, bahkan keluar biaya sendiri 👩)



Comments