Hal-hal yang Kita Simpan dan Berikan (Seri 8 #DiRumahAja)
Ada hal-hal yang berhenti saya utarakan kepada orang lain. Saya simpan diam-diam saja karena tak lagi punya kata dan energi untuk menjelaskan. Kadang saya bahkan tidak mengerti apa ada kata yang tepat untuk mengutarakan yang di hati dan kepala. Dan seringnya saya tidak merasa perlu mengutarakannya. Toh jarang orang lain yang akan dan perlu mengerti.
Agama dan kepercayaan adalah satu dari hal-hal itu.
Suara-suara di luar begitu bising dan tidak jarang bertabrakan hingga saya sering ingin sendiri saja untuk mendengar yang di dalam.
Jika ada suara yang saya izinkan jadi teman, barangkali itu suara-suara dari lembar-lembar buku yang saya pilih. Buku-buku itu membuat saya kehilangan sekaligus menemukan iman dari jendela-jendela yang berbeda. Saat membaca "Di Bawah Bendera Revolusi" saya justru menemukan jawaban akan pencarian saya perihal Islam dalam berbagai wajah dalam surat-surat Bung Karno kepada T.A. Hassan.
Membaca sejarah Tuhan dan agama dari buku-buku Karen Armstrong membuat saya tidak lagi terganggu dengan sudut pandang orang lain (ngomong-ngomong saya pernah punya tiga buku bertanda tangan beliau yang kemudian tertinggal dan -tentu saja- diambil orang).
Metode saya untuk memperdalam iman (atau apapun namanya) jelas sungguh berbeda. Perlahan, meski belum sepenuhnya, saya menerima bahwa saya tidak sama. Dan toh di akhir nanti hanya ada saya dan Tuhan. Bukan pendapat atau kata orang.
Ramadan ini saya kembali membaca Sejarah Tuhan. Membaca sejarah - sebagai pengetahuan- bagi saya sangat membantu untuk menerima realita - termasuk kenyataan masa ini - dalam versi utuh dan sebenar-benarnya. Menerima kemungkinan salah dan buruknya, juga harapan-harapan terbaiknya. Hidup tidak sebaik - tapi juga tidak seburuk itu.
Karena toh akhirnya, kalaupun teori-teori konspirasi (penyebab pandemi) terbukti benar ataupun sebaliknya, kenyaatan yang harus kita hadapi tetap sama. Hal-hal yang harus kita lakukan juga sama: berjuang untuk diri sendiri dan orang lain, jika bisa.
Memberikan
Ada hal-hal yang saya simpan sendiri, dan ada yang saya berikan. Memberi lebih banyak lagi di masa ini. Bagi saya itu juga jalan menuju Tuhan. Apalagi saat (maaf) jenuh dalam ritual.
Hal-hal yang berhenti saya utarakan tetap berhenti saya utarakan, terutama soal agama. Saya tetap kehilangan dan mencarinya dalam buku-buku, dan saya merasa baik-baik saja.
Namun ada hal-hal yang saya berikan akan terus saya berikan lagi, dan saya merasa lebih baik lagi.
PS: Saat ini sedang senang menyampaikan donasi makanan dari teman-teman tiap jelang buka. Karena sudah tidak punya bujet untuk donasi, seperti biasa, saya mengajak orang lain untuk kolektif. Sedikit ceritanya bisa diakses di sini.
Agama dan kepercayaan adalah satu dari hal-hal itu.
Suara-suara di luar begitu bising dan tidak jarang bertabrakan hingga saya sering ingin sendiri saja untuk mendengar yang di dalam.
Jika ada suara yang saya izinkan jadi teman, barangkali itu suara-suara dari lembar-lembar buku yang saya pilih. Buku-buku itu membuat saya kehilangan sekaligus menemukan iman dari jendela-jendela yang berbeda. Saat membaca "Di Bawah Bendera Revolusi" saya justru menemukan jawaban akan pencarian saya perihal Islam dalam berbagai wajah dalam surat-surat Bung Karno kepada T.A. Hassan.
Membaca sejarah Tuhan dan agama dari buku-buku Karen Armstrong membuat saya tidak lagi terganggu dengan sudut pandang orang lain (ngomong-ngomong saya pernah punya tiga buku bertanda tangan beliau yang kemudian tertinggal dan -tentu saja- diambil orang).
Metode saya untuk memperdalam iman (atau apapun namanya) jelas sungguh berbeda. Perlahan, meski belum sepenuhnya, saya menerima bahwa saya tidak sama. Dan toh di akhir nanti hanya ada saya dan Tuhan. Bukan pendapat atau kata orang.
Ramadan ini saya kembali membaca Sejarah Tuhan. Membaca sejarah - sebagai pengetahuan- bagi saya sangat membantu untuk menerima realita - termasuk kenyataan masa ini - dalam versi utuh dan sebenar-benarnya. Menerima kemungkinan salah dan buruknya, juga harapan-harapan terbaiknya. Hidup tidak sebaik - tapi juga tidak seburuk itu.
Karena toh akhirnya, kalaupun teori-teori konspirasi (penyebab pandemi) terbukti benar ataupun sebaliknya, kenyaatan yang harus kita hadapi tetap sama. Hal-hal yang harus kita lakukan juga sama: berjuang untuk diri sendiri dan orang lain, jika bisa.
Memberikan
Ada hal-hal yang saya simpan sendiri, dan ada yang saya berikan. Memberi lebih banyak lagi di masa ini. Bagi saya itu juga jalan menuju Tuhan. Apalagi saat (maaf) jenuh dalam ritual.
Apa yang kamu lakukan untuk sesamamu, sebenarnya adalah yang kamu lakukan untuk Tuhan.Prinsip emas dalam semua agama.
Hal-hal yang berhenti saya utarakan tetap berhenti saya utarakan, terutama soal agama. Saya tetap kehilangan dan mencarinya dalam buku-buku, dan saya merasa baik-baik saja.
Namun ada hal-hal yang saya berikan akan terus saya berikan lagi, dan saya merasa lebih baik lagi.
PS: Saat ini sedang senang menyampaikan donasi makanan dari teman-teman tiap jelang buka. Karena sudah tidak punya bujet untuk donasi, seperti biasa, saya mengajak orang lain untuk kolektif. Sedikit ceritanya bisa diakses di sini.
Comments
Post a Comment